Desa Terlibat Dalam Penargetan Bantuan Sosial, Mengapa Tidak? Pembelajaran dari Pelaksanaan BLT DD

Penulis: Asep Kurniawan (SMERU)

Pandemi virus Covid-19 disadari bukan hanya menimbulkan masalah kesehatan, tetapi juga berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Salah satu dampak yang sangat serius adalah bertambahnya jumlah penduduk miskin yang pada skenario terburuk tingkat kemiskinan diprediksi akan meningkat dari 9,22% (September 2019) menjadi 12,4% di akhir 2020 atau akan ada 8,5 juta orang miskin baru. Dalam rangka mengantisipasi dampak tersebut, pemerintah mengubah prioritas penggunaan anggaran menjadi berbagai kebijakan jaring pengaman sosial. Salah satunya adalah realokasi penggunaan Dana Desa untuk BLT (BLT-DD). Kebijakan ini menjadi sorotan berbagai kalangan karena adanya keraguan akan kemampuan desa dalam melaksanakan kebijakan tersebut serta adanya kekhawatiran munculnya penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang oleh perangkat desa dalam penetapan sasaran dan penyaluran bantuan.

Tulisan ini bertujuan untuk menjawab berbagai kekhawatiran di atas dengan bersumber dari laporan studi cepat mengenai pelaksanaan BLT-DD yang dilakukan oleh The SMERU Research Institute yang didanai oleh Knowledge Sector Initiative (KSI). Studi ini dilaksanakan pada bulan Mei 2020 dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam secara daring dengan kepala desa, anggota BPD/tokoh masyarakat, dan (calon) KPM di 32 desa yang terletak di 16 kabupaten di 8 provinsi di Indonesia.

Secara umum desa mendukung kebijakan ini karena dianggap tepat di tengah dampak ekonomi dari pandemi. Selain itu, untuk pertama kalinya desa memperoleh tanggung jawab untuk mengelola bantuan sosial bagi warganya. Secara tidak langsung, kebijakan ini seolah memacu desa untuk menunjukkan kemampuannya mengelola bantuan sosial secara lebih baik dibanding pemerintah yang kerap mereka kritik tidak tepat sasaran.

Sasaran penerima BLT-DD adalah keluarga miskin non-peserta PKH dan/atau penerima BPNT/Program Sembako yang kehilangan mata pencaharian, belum terdata, dan mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis. Kriteria yang masih bersifat umum dan ketiadaan petunjuk pelaksanaan justru memberi ruang bagi desa untuk menambah atau mempertajam kriteria dan teknis pelaksanaan di lapangan. Desa kemudian melakukan proses seleksi berlapis yang dilakukan oleh “Tim Relawan Desa Lawan Covid-19” (tim relawan), aparat desa, dan musyawarah bersama. Dengan proses seleksi yang berlapis ini, semua desa mengklaim bahwa pelaksanaan BLT-DD sudah tepat sasaran dan sesuai dengan aturan. Akuntabilitas terjaga karena hasil yang diperoleh dengan cara partisipatif bisa diterima berbagai pihak. Dibukanya partisipasi masyarakat melalui musyawarah mampu meminimalisasi konflik sosial di tengah masyarakat.

Studi ini menemukan indikasi yang kuat bahwa desa mampu mengelola penargetan bantuan sosial secara transparan dan akuntabel. Kekhawatiran bahwa pemerintah desa berpotensi menyelewengkan tanggung jawab yang diberikan dalam pelaksanaan BLT-DD bisa diminimalisasi dengan dibukanya partisipasi masyarakat melalui forum musyawarah, baik di tingkat desa maupun di tingkat yang lebih rendah (RT/Dusun). Dengan kata lain, partisipasi masyarakat membuat proses penargetan BLT-DD tidak hanya diawasi oleh pemerintah di atasnya, tetapi juga oleh masyarakat. Meningkatnya partisipasi masyarakat secara umum telah mengubah wajah desa. Desa dibiasakan untuk menentukan dan mengelola pembangunan secara mandiri dengan mengedepankan prinsip-prinsip good governance dan demokrasi. Studi yang dilakukan oleh SMERU menemukan bahwa pada skala tertentu desa sudah menerapkan prinsip partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam tata kelola pembangunan desa.

Judul Buku: DEMOKRASI DAN PANDEMI
Bunga Rampai Pengetahuan Masyarakat Sipil di Indonesia
Diterbitkan oleh: Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara
ISBN 978-623-98039-0-2
© 2021. Dipublikasikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional (CC-BY-NC-SA 4.0).

Buku ini terbit atas inisiatif dan kerja sama yang telah dilakukan beberapa organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam CIVICA.

Bagikan:

Responses