Pandemi dan Bantuan Hukum Digital

Penulis: Ade Wahyudin (LBH Pers)

Meski kediktatoran Soeharto telah tumbang, kekerasan masih terus menjadi momok bagi insan pers. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers berdiri untuk memperjuangkan penegakan hukum dan hak asasi manusia termasuk perlindungan terhadap pembela hak asasi manusia, kebebasan pers, kebebasan berekspresi, hak atas informasi, hak berserikat, serta membela harkat, martabat, dan kesejahteraan para jurnalis serta pekerja pers dan memperjuangkan penegakan hukum atas karya cipta jurnalistik.

Meski terjadi pandemi Covid-19, LBH Pers mencatat peningkatan drastis kasus kekerasan pada jurnalis menjadi 117 kasus pada 2020 dari 79 kasus. Sebanyak 99 jurnalis mengalami kekerasan baik penganiayaan, intimadasi, penangkapan, penghapusan data liputan, hingga serangan siber. Berbagai dugaan pelanggaran hak kebebasan berekspresi juga terjadi pada 2020 berupa penangkapan secara massal dan kekerasan pada pengunjuk rasa, kriminalisasi, dan serangan siber kepada para pengkritik.

Pengaduan yang masuk ke LBH Pers pada 2020 naik tiga kali lipat menjadi 216 orang pengadu dan 14 organisasi pers dan masyarakat sipil dengan total 69 kasus. Kasus terdiri dari pidana, perdata, ketenagakerjaan, tata usaha negara, pengujian undang-undang, dan sengketa jurnalistik. Kasus ketenagakerjaan paling mendominasi.

Pandemi mengubah cara kerja bantuan hukum menjadi menggunakan metode advokasi digital. LBH Pers semakin mendalami bantuan hukum digital semenjak pandemi melanda untuk mengurangi resiko penularan Covid-19. Selain itu, kebutuhan akan bantuan hukum yang semakin tinggi.

Pada Maret 2020, LBH Pers menerapkan kerja dari rumah di tengah pembatasan sosial berskala besar. Pada akhir Maret pengadilan mulai menjalankan sidang virtual dan sejumlah pemeriksaan saksi di kepolisian mulai dilakukan secara daring.

Model pendampingan secara virtual memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Sidang telekonferensi rentan dalam keamanan digital dan membatasi akses publik untuk melihat secara langsung. Namun, model ini memungkinkan untuk tim kuasa hukum yang memiliki banyak pengacara bisa bersidang penuh. Sementara, pendampingan pemeriksaan secara daring memudahkan mobilitas tapi tidak bisa memastikan secara langsung berita acara pemeriksaan.

Konsultasi hukum juga dilakukan secara online. Penyusunan waktu konsultasi menjadi penting karena menghindari benturan dengan konsultasi lainya.  Dalam konsultasi hukum secara online, pegacara mendalami kasus sebelum memutuskan pendampingan.

Banyaknya kasus juga membuat LBH Pers menggunakan sistem pengampingan jarak jauh atau biasa disebut Ghost Lawyer untuk pemberdayaan korban. Sebab, korban menjadi pengacara bagi diri sendiri. Pengacara hanya membantu di balik layar melalui pendidikan, pembuatan dokumen, dan pemberian dukungan. Saat ini, LBH Pers sedang menyusun buku panduan advokasi ketenagakerjaan untuk pekerja media.

Dua hal yang harus diperhatikan dalam mekanisme ini adalah komitmen korban untuk mengadvokasi dirinya sendiri dan kemampuan dasar advokasi. Kemampuan dasar itu adalah membuat surat menyurat, berkomunikasi di publik ataupun lawan dan pengendalian emosi.  Dalam hal kemampuan dasar terdapat dua kategori. Pertama, dokumen hukum semua disediakan oleh pengacara pendamping dan korban tinggal melakukan eksekusi.Kedua, dokumen dibuat oleh korban, pengacara pendamping menjadi tim peninjau dokumen yang korban buat. Berdasarkan dua kategori tersebut, pengacara pendamping melakukan penilaian dengan melihat kemampuan korban.

Pendamping harus mengagendakan secara berkala, untuk mengulas dan mengevaluasi langkah-langkah yang sudah dilakukan. Tujuanya adalah memastikan langkah yang dilakukan masih pada rambu-rambu tujuan advokasi.

Judul Buku: DEMOKRASI DAN PANDEMI
Bunga Rampai Pengetahuan Masyarakat Sipil di Indonesia
Diterbitkan oleh: Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara
ISBN 978-623-98039-0-2
© 2021. Dipublikasikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional (CC-BY-NC-SA 4.0).

Buku ini terbit atas inisiatif dan kerja sama yang telah dilakukan beberapa organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam CIVICA.

Bagikan:

Responses