Narasi Gerakan dan Ketahanan Masyarakat Sipil dalam Mendorong Ruang-ruang Inklusif di Kota

Penulis: Ahmad Rifai & Fildzah Husna Amalina (KotaKita)

Pandemi COVID-19 adalah sebuah bencana, krisis, sekaligus kenyataan yang tidak bisa dihindari. Sehingga, yang bisa dilakukan warga adalah merespons, baik itu dengan cara melawan atau bertahan. Inilah yang dimaksud dengan mekanisme ketahanan atau resiliensi. Kelompok masyarakat yang berbeda tentunya punya ketahanan yang berbeda pula. Pengalaman keterlibatan Yayasan Kota Kita di ruang-ruang advokasi isu pembangunan perkotaan di Indonesia menyajikan gambaran tentang mekanisme bertahan warga kota dalam tiga buah refleksi.

Refleksi yang pertama menyoroti tentang bagaimana pandemi berdampak sangat besar bagi para penyandang disabilitas terutama karena ketimpangan akses ekonomi, informasi, serta mobilitas. Namun di tengah-tengah keterbatasan ini, gerakan-gerakan responsif untuk membantu dan memberdayakan penyandang disabilitas di beberapa kota mulai muncul, antara lain di Yogyakarta dan Banjarmasin dengan adanya Difabike yang menyediakan platform taksi motor roda tiga untuk membantu mobilitas penyandang disabilitas dan harapannya dapat menjadi alternatif sumber ekonomi bagi mereka. Di Solo, sekelompok penyandan      g disabilitas mampu memproduksi disinfektan dan masker secara mandiri. Di berbagai kota, kuatnya solidaritas di kalangan warga hingga organisasi penyandang disabilitas menjadi modal ketahanan yang membentengi daya tahan dan imunitas sosial dalam masyarakat.

Refleksi yang kedua menyoroti tentang distribusi bansos Covid-19 yang tidak adil dan peranan SPRI (Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia) yang menggugat pelayanan publik bersama warga miskin Jakarta. Dari pengalaman SPRI mengorganisir masyarakat miskin, pembelajaran yang juga dapat dicatat adalah solidaritas dan budaya kekerabatan untuk saling membantu menjadi salah satu pondasi penting untuk menyokong agenda advokasi yang tidak mudah terdistraksi sehingga menciptakan ketahanan masyarakat yang lebih kuat.

Refleksi yang ketiga menyoroti tentang kolaborasi para pengrajin sangkar burung di Ngampon, Solo yang berkolaborasi membuat ruang kerja bersama di tengah pandemi. Meningkatnya permintaan pembuatan sangkar burung di tengah pandemi merupakan berkah bagi warga Ngampon yang sebagian besar merupakan perajin sangkar burung. Namun keterbatasan ruang kerja sempat menjadi penghambat sehingga melalui sebuah lokakarya yang difasilitasi oleh Yayasan Kota Kita, warga menuangkan aspirasi untuk membuat ruang kerja bersama (co-working space) untuk para pengrajin sangkar burung.

Penggambaran tiga contoh/narasi refleksi tersebut merupakan catatan yang merefleksikan pergulatan kelompok masyarakat sipil dalam menghadapi persoalan berkota. Peran warga dan organisasi di akar rumput menjadi bagian tak terpisahkan dalam membentuk ketahanan atau resiliensi.

Judul Buku: DEMOKRASI DAN PANDEMI
Bunga Rampai Pengetahuan Masyarakat Sipil di Indonesia
Diterbitkan oleh: Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara
ISBN 978-623-98039-0-2
© 2021. Dipublikasikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional (CC-BY-NC-SA 4.0).

Buku ini terbit atas inisiatif dan kerja sama yang telah dilakukan beberapa organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam CIVICA.

Bagikan:

Responses