Menenun Kembali Kejayaan Kopi Tuang Manggarai

Penulis: Puji Sumedi Hanggarawati (Kehati)

Manggarai Raya, sebuah kawasan yang terbagi menjadi 3 kabupaten, yaitu Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur. Di bentang alam ini, kopi menjadi tumpuan ekonomi rumah tangga. Jejak kopi di Manggarai ini bisa ditelusuri melalui penyebutannya, di antaranya adalah kopi tuang, yang berarti sebutan untuk pihak yang membawa kopi, pegawai pemerintahan Belanda (controleur) dan para misionaris.

Juga karena kopi ini merupakan minuman untuk para tuan dari kalangan terhormat, bukan minuman rakyat biasa. Lahan tanam kopi kemudian berkembang dan merupakan yang terluas kedua setelah kelapa dan setelahnya ada kakao. Pada 2019, terjadi peningkatan luasan lahan kopi yang berimbas pada hasil panennya. Dinas Pertanian Manggarai melaporkan, luas lahan kopi arabika di wilayahnya sebesar 3.080 ha, dengan jumlah produksi 942 ton dan kopi robusta seluas 4.380 ha dengan produksi 1.619 ton.

Di Kabupaten Manggarai Timur, luasan lahan kopi sekitar 12.716 ha dengan produksi 2.571 ton. Sementara di Manggarai Barat, luasan lahan arabika sekitar 730 ha dengan produksi 191 ton, dan luas lahan kopi Robusta 6.617 ha dengan produksi 1.807 ton. Meski demikian, kopi Manggarai masih kalah pamor dan produktivitasnya cenderung rendah. Beberapa faktor yang turut memengaruhi, di antaranya adalah aspek budidaya, mutu kopi dan hasil produksi belum maksimal, fluktuasi harga kopi dan ketidakberdayaan pada pasar, dan kopi NTT belum menjadi kopi tuan rumah, dan belum ada regulasi yang mengatur dan melindungi tata kelola kopi. Atas persoalan tersebut, beberapa upaya dilakukan.

Di antaranya adalah perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) kopi Manggarai yang dilakukan melalui pendaftaran Indikasi Geografis, dukungan pendampingan dan peningkatan kapasitas petani, penguatan branding produk lokal yang efektif, penguatan kapasitas teknis dan manajemen, praktik negosiasi dagang, peningkatan partisipasi perempuan dan pemuda, serta dukungan kelembagaan ekonomi petani melalui koperasi.

Beberapa upaya tersebut menghasilkan: 1) pemetaan lahan kopi yang berbatasan dengan kawasan hutan dan wilayah Hutan Kemasyarakatan, 2) dicapai kerja sama melalui MoU antara MPIG dengan Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo untuk peningkatan kualitas produk, promosi, dan wisata kopi di tiga kabupaten Manggarai, 3) peningkatan kapasitas dan pengetahuan tentang literasi kopi, 4) transaksi yang transparan di koperasi petani, 5) tiga kabupaten menyatukan irama dalam perbaikan tata kelola kopi untuk mengantar kopi arabika dan robusta Manggarai Raya ke tingkat global. Akan tetapi, capaian-capaian tersebut melambat kembali karena Covid-19. Di akhir tulisan, disajikan cerita konflik lokal karena perebutan lahan dan pengembangan kawasan menjadi ekowisata.

Judul Buku: DEMOKRASI DAN PANDEMI
Bunga Rampai Pengetahuan Masyarakat Sipil di Indonesia
Diterbitkan oleh: Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara
ISBN 978-623-98039-0-2
© 2021. Dipublikasikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional (CC-BY-NC-SA 4.0).

Buku ini terbit atas inisiatif dan kerja sama yang telah dilakukan beberapa organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam CIVICA.

Bagikan:

Responses