Ingatan Yang Utuh, Pengetahuan Yang Mengganggu

Penulis: Hardiwan Prayoga, Krisnawan Wisnu, Sukma Smita (IVAA)

Arsip atau data sejarah merupakan sumber informasi dan menjadi material utama berbagai produksi pengetahuan. Kelengkapan data sejarah penting untuk artikulasi dan kontekstualisasi masa lalu dengan masa sekarang dan masa depan. Dalam konteks merawat ingatan, lembaga arsip menjadi petugas yang harus memelihara bentangan jalur rel tersebut. Salah satunya dengan keterbukaan akses serta pemanfaatan arsip itu sendiri.

Indonesian Visual Art Archive (IVAA) lahir dari semangat atas kerja pengarsipan dan pendokumentasian seni kontemporer di Indonesia. IVAA sebagai lembaga yang fokus kerjanya pada pengarsipan seni rupa, merasa memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya menyimpan dan kemudian menyediakan data, tetapi juga pengayaan atas khazanah pengetahuan kita. Lebih jauh, tidak hanya mencatat, tetapi juga menjadi rujukan bagi navigasi arah visi misi ke depan, setidaknya bagi dinamika seni budaya kita. Tetapi, hal yang harus disadari adalah tidak ada arsip yang dapat merekam realitas secara total.

Bagian yang tampak dan tidak tampak selalu berkelindan dalam satu tarikan napas. Kenyataan demikian yang membuat kerja pengarsipan tidak pernah selesai. Dalam konteks ini, IVAA sebagai lembaga arsip bergerak di atas rel yang dualistik. Rel pertama adalah posisi arsip sebagai sumber, dan rel kedua adalah pengarsipan sebagai paradigma. Dua kata kuncinya adalah publik dan arsip. Pada rel pertama, sebagaimana yang kita ketahui bahwa arsip menyimpan nilai informasi (informational value), dan nilai bukti (evidence value). Arsip akan selalu menyimpan informasi, tetapi untuk menjadi bukti dari suatu peristiwa atau konteks tertentu, arsip perlu direlasikan dengan arsip yang lain. Kehadiran teknologi digital memungkinkan relasi antararsip lebih mudah dilakukan.

Kemutakhiran teknologi ini juga memfasilitasi IVAA melihat kecenderungan akses publik pada arsip-arsip tertentu. Setidaknya, terlihat gambaran narasi utama atau isu-isu yang dominan diangkat oleh diskursus seni rupa kita. Pada rel kedua, upaya menjaga dan merawat arsip tampaknya tidak selaras dengan model dan jenis pengetahuan masyarakat kita yang berbasis mobilitas. Artinya, ada kecenderungan bahwa cara masyarakat kita membentuk pengetahuan tidak melulu bersandar pada sekumpulan dokumen yang dijaga dalam diam, tapi pada ruang gerak yang hidup.

Arti yang lain menunjukkan bahwa mungkin masyarakat kita membutuhkan arsip tapi dengan cara yang berbeda. Tidak dengan cara positivistik, yang cenderung melihat arsip sebagai ruang netral. Dari sudut pandang lembaga arsip, situasi ini akan tarik-menarik dengan takdir arsip sebagai sumber historis serta pengumpulan sebagai konsekuensinya. Dan itu adalah keniscayaan.

Judul Buku: DEMOKRASI DAN PANDEMI
Bunga Rampai Pengetahuan Masyarakat Sipil di Indonesia
Diterbitkan oleh: Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara
ISBN 978-623-98039-0-2
© 2021. Dipublikasikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional (CC-BY-NC-SA 4.0).

Buku ini terbit atas inisiatif dan kerja sama yang telah dilakukan beberapa organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam CIVICA.

Bagikan:

Responses