Buku Harian Korona: Usaha Merekam Semua Kisah Selama Pandemi Covid-19

Rujak Center for Urban Studies baru-baru ini meluncurkan situs Buku Harian Korona (www.bukuhariankorona.org), sebuah platform untuk berbagi kisah seputar dampak sosial-ekonomi selama pandemi COVID-19 yang luput diberitakan.

Kegiatan peluncuran situs tersebut juga dikemas dalam bentuk webinar diskusi dengan tema ‘Solidaritas Kolektif dalam Penanganan Dampak Pandemi COVID-19: Tantangan Kini dan Masa Depan’ yang menghadirkan beragam inisiatif kolaboratif dalam masa pandemi COVID-19.

Platform daring situs Buku Harian Korona, hadir untuk merekam dan mengarsip beragam kisah seputar pandemi COVID-19 yang dialami masyarakat.

Mulai dari kisah kesulitan sehari-hari, kisah adaptasi dan kisah inisiasi warga, hingga kisah yang menguatkan kolektif.

Platform yang mudah diakses dan terbuka untuk umum ini diharapkan dapat menjadi alat advokasi serta pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan pemerintah.

Selain itu, platform ini juga diharapkan dapat menumbukan rasa inisiatif kolaborasi kemanusiaan dari warga, masyarakat sipil dan pihak lainnya.

Sebagai arsip

Elisa Sutanudjaja, Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies menceritakan inisiatif pembuatan platform ini berawal dari kekhawatiran kolektif koalisi ECOSOC1, mengenai dampak sosial ekonomi di awal pandemi.

Untuk merespon hal tersebut, Koalisi ECOSOC membuka posko pengaduan independen via WhatsApp terhitung sejak 18 April 2020 silam.

Aduan permasalahan langsung dari warga didominasi kesulitan membayar kontrakan, ketidakmerataan distribusi bansos dan kehilangan sumber pendapatan. Hingga 3 Juni 2020 kemarin, terdapat 341 pengaduan dari seluruh Indonesia.

Untuk mengarsipkan kisah dan cerita dari akar rumput, disusunlah platform yang bernama buku harian korona tersebut.

Suharti Sutar, Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Permukiman Pemprov DKI Jakarta sebagai narasumber, dalam paparannya menyampaikan bahwa sebenarnya Pemprov sudah mencoba mendengar aspirasi warga terdampak COVID-19, dan kemudian menyikapi dampak pandemi dengan refocusing kegiatan serta prioritas pangan.

Elanto Wijoyono dan Dodok, Inisiator Kebunku Jogja, berbagi pengalaman inisiatif “ Kebunku”, yang berupaya mensuplai dapur umum serta media pendidikan bagi warga perkotaan tentang pentingnya pertanian kolektif sebagai langkah menuju kemandirian pangan.

“Memang ada skema bantuan dan perlindungan sosial, namun pasti selalu ada kelompok masyarakat yang tertinggal. Tujuan ‘Kebunku’ tidak hanya sekedar kemandirian dan ketahanan pangan, melainkan untuk mendorong kesadaran publik bahwa masih ada orang yang tidak makan, sehingga kita perlu merespon hal tersebut,” ujar Elanto Wijoyono.

Pembentukan kebijakan terus jalan

Ilustrasi

Fajri Nursyamsi dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) juga membenarkan, bahwa COVID-19 melahirkan situasi darurat.

Ia menegaskan konsolidasi publik melalui bukti nyata dan faktual menjadi sangat penting, khususnya ketika upaya pemerintah dalam penanganan COVID-19 belum maksimal.

Ia menyayangkan publik kesulitan mendapat informasi, sementara pembentukan kebijakan terus jalan.

“ Ruang partisipasi akan muncul ketika transparansi dibuka. Ketika transparansi ditutup, sulit bagi warga untuk memahami ke arah mana publik bisa berkontribusi. Apa yang dihasilkan Pemprov DKI Jakarta saat ini, merupakan cerminan keterbukaan publik sejak awal,” ungkap Fajri.

Bagikan:

Responses