Pandemi, Kemunduran Demokrasi, dan Tantangan Gerakan Antikorupsi
Penulis: Adnan Topan Husodo (ICW)
Pandemi Covid-19 membuka titik-titik rawan korupsi, mengingat anggaran pemerintah yang digelontorkan untuk mengatasi krisis amat besar, namun berbagai prosedur yang dibutuhkan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dipangkas atas nama kedaruratan. Pemerintah wajib memastikan keterbukaan agar potensi penyimpangan tetap dapat dikendalikan. Di sisi lain, berbagai intimidasi, serangan digital, dan ancaman kriminalisasi terhadap para pegiat antikorupsi tidak dapat dihindari.
Kekhawatiran terhadap korupsi ini dipicu paling tidak oleh 3 hal, yaitu 1) dalam perspektif global, organisasi dunia semacam PBB sejak awal telah memperingatkan berbagai negara untuk mewaspadai ancaman korupsi dana Covid-19; 2) KPK telah diamputasi wewenang dan independensinya melalui revisi UU KPK No. 19 Tahun 2019; dan 3) fokus dan prioritas utama pemerintah pada pembangunan ekonomi dan kemunduran demokrasi telah memperlemah peran-peran pengawasan publik. Dalam kajian ICW, ada tiga sektor dengan berbagai titik rawan korupsi, yaitu kesehatan (titik rawan: pengadaan barang dan jasa seperti rapid test, swab PCR, APD, obat-obatan, masker, dan ventilator), bantuan sosial (pengadaan bantuan sembako), dan Pemulihan Ekonomi (Distribusi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Sementara itu, kebijakan pembatasan mobilitas sosial karena ancaman Covid-19 juga mempersulit kerja-kerja masyarakat dalam pemantauan lapangan dan advokasi. ICW di antaranya, yang kemudian harus mengubah total strategi pemantauan, dari pendekatan offline menjadi sepenuhnya online, utamanya karena penerapan WFH. ICW kemudian menyusun modul pemantauan berbasis online untuk mencari sumber-sumber informasi penting. Pemantauan serentak di 11 daerah oleh ICW dan mitra lokal terhadap belanja penanganan Covid-19 terbentur fakta minimnya informasi publik di hampir semua daerah pemantauan.
Sementara itu, berbagai kasus korupsi mulai terungkap, menegaskan masalah tata kelola anggaran Covid-19 yang serius. Pada saat yang sama, pendanaan dari donor bagi NGO kian menyempit, digantikan oleh prioritas baru dan mendesak. Masyarakat sipil, termasuk ICW harus mengatur skenario baru, bagaimana agar kerja-kerja penting pengawasan korupsi tetap dapat berjalan dalam situasi pandemi. Termasuk mendesain strategi penggalangan dana, baik dari sumber donor potensial maupun dana masyarakat. Untuk terus bertahan di tengah pandemi, penting untuk meletakkan modalitas yang sudah dimiliki sebagai pijakan awal.
Program seperti SAKTI, Akademi Antikorupsi, dan Opentender.net telah memfasilitasi pendekatan teknologi informasi sebagai basis pengembangan programnya. Dari tiga program tersebut, tiga hal dapat dicapai sekaligus, yakni memastikan pengkaderan para aktivis muda antikorupsi di berbagai daerah, berjalannya fungsi pendidikan antikorupsi secara massal, dan bekerjanya fungsi pengawasan publik di sektor pengadaan barang dan jasa melalui dukungan teknologi informasi.
Judul Buku: DEMOKRASI DAN PANDEMI
Bunga Rampai Pengetahuan Masyarakat Sipil di Indonesia
Diterbitkan oleh: Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara
ISBN 978-623-98039-0-2
© 2021. Dipublikasikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional (CC-BY-NC-SA 4.0).
Buku ini terbit atas inisiatif dan kerja sama yang telah dilakukan beberapa organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam CIVICA.
Responses