Memahami Kerentanan Sosial Desa Akibat Pandemi Covid-19 melalui Diskusi Publik

Yogyakarta (24/10) – Kelompok Studi tentang Desa (KESA) Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta mengadakan diskusi publik pada Minggu (24/10). Sekitar 25 peserta mengikuti kegiatan diskusi yang bertema Pandemi, Kerentanan Sosial, dan Solidaritas.

Diskusi publik ini diadakan di Pusat Pastoral Mahasiswa DIY untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) KESA yang ke-7. Kepala Desa KESA Heery Kabut mengatakan ulang tahun KESA menjadi salah satu momen untuk menyadari bahwa orientasi KESA yaitu pada desa, terlebih di saat situasi masih dalam pandemic Covid-19.

“Secara langsung dan tidak langsung, pandemi Covid-19 berdampak pada desa. Itu kita sebut kerentanan sosial yang memliki resiko sosial,” kata Heery.

Hal itu dibenarkan oleh Dosen STPMD “APMD” Mohamad Firdaus. Menurutnya Covid-19 membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan seperi ekonomi dan sosial. “Adanya Covid-19 menciptakan kerentanan sosial. Kerentanan sendiri artinya sesuatu yang merugikan karena kondisi yang ditentukan oleh faktor atau proses fisik, ekonomi, dan lingkungan yang meningkatkan kelemahan masyarakat terhadap dampak bahaya,” katanya.

Firdaus mengelempokkan desa berdasarkan kondisi dan dampak selama pandemi Covid-19. Pertama, desa terpapar dan terdampak; kedua, desa tidak terpapar dan terdampak; dan ketiga, desa tidak terpapar dan tidak terdampak.

Desa yang terpapar dan terdampak Covid-19 biasanya berada di lingkungan padat penduduk sehingga resiko terpapar dan terdampaknya besar. Desa yang tidak terpapar dan terdampak menunjukkan tidak ada kasus terkonfirmasi Covid-19 tetapi turut merasakan dampak pandemi, terutama di sektor ekonomi dan sosial. Desa yang sama sekali tidak terpapar dan terdampak adalah desa-desa yang lokasinya terpencil dengan jumlah penduduk yang relative sedikit.

Untuk menanggulangi kerentanan desa akibat terdampak pandemi Covid-19, Pegiat Perkumpulan Desa Lestari Nurul Purnamasari mengatakan penggunaan dana desa dan perencanaan berbasis data menjadi salah satu solusi. Namun ada tantangan yang perlu dihadapi yaitu belum banyak desa yang memanfaatkan data potensi dan masyarakat desa belum cukup sadar tentang pentingnya teknologi.

“Sebenarnya desa punya banyak potensi tapi tidak punya datanya. Saat wabah Covid-19 ini juga menyadarkan bahwa desa memerlukan perkembangan teknologi,” ujar Nurul.

Diskusi publik yang berlangsung pada sore hari itu semakin ramai. Beberapa peserta terlihat antusias dan aktif bertanya terkait kondisi desa terdampak pandemi Covid-19 serta penanganannya kepada Firdaus dan Nurul selaku pembicara. Beberapa peserta lain juga menyampaikan pendapat dan membagikan pengalaman desanya di dalam forum.

Heery berharap adanya diskusi publik ini peserta bisa memaknai dan menyelami cara pikir dan pandang terhadap desa sebagai wilayah yang mengalami kerentanan sosial akibat pandemi Covid-19. (LA)

Bagikan:

Responses