Sudahkah Aktivitas Kita Bebas Dari Sampah Plastik?
Permasalahan sampah dari tahun ke tahun masih menjadi pembicaraan yang hangat di berbagai belahan dunia. Bagaimana tidak sampah telah menjadi “monster” yang berbahaya bagi lingkungan terutama bagi ekosistem laut. Melansir dari berita CNBC Indonesia, Indonesia setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik, ada sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik diduga mencemari lautan1.
Laporan dari CNBC Indonesia tentu membuat kita bertanya bagaimana semua itu dapat terjadi? Bagaimana mulanya plastik diciptakan hingga berkembang menjadi “monster” yang menakutkan bagi ekosistem kita. Plastik telah terlalu lama memberikan kemudahan bagi aktivitas manusia, bahkan di setiap produk yang dihasilkan tidak jauh dari penggunaan plastik sekali pakai. Mulai dari aktivitas barang kebutuhan dapur hingga kecantikan, produk plastik sangat mudah ditemukan.
Sejarah Ditemukannya Plastik
Seorang ahli kimia yang berkebangsaan Inggris, Alexander Parkes menemukan bahan untuk membuat beragam bahan dasar barang kebutuhan sehari-hari seperti sisir, gagang pisau dan kancing. Bahan tersebut bernama parkesine, dengan ciri-ciri berwarna transparan, mudah dibentuk ketika panas dan keras ketika dingin. Bahan tersebut dibuat dengan menggunakan serat tanaman hijau (selulosa). Penemuan ini berkembang pesat, sehingga beberapa ahli kimia lainnya mencampurkan berbagai bahan kimia dengan selulosa untuk menambahkan kelenturan parkesine tersebut. Seiring perjalanannya nama parkesine tidak digunakan lagi, kemudian muncul nama-nama lain seperti rayon, bakelite, fiber66, nilon, akrilik, polyetylene, dan polimer.2 Tahun 1907 terjadi terobosan besar pada perkembangan plastik, dengan adanya penemuan Bakelite oleh Leo Baekeland. Bakelite menjadi plastik sintetis pertama di dunia, Bakelite sendiri awalnya terbuat dari bahan fenol, desinfektan umum, dengan formaldehida. Selanjutnya, Baekland menggunakan fenol, asam yang berasal dari batubara. Produknya bisa menghadirkan polystyrene hingga nilon3.
Seiring dengan perkembangannya, plastik sangat mudah diterima oleh masyarakat. Bahannya yang tipis, kuat dan ringan membuat plastik sangat disukai oleh masyarakat, tidak perlu lagi membawa bakul, ambung, dan segala macam wadah lainnya yang ada pada saat itu digunakan oleh masyarakat Indonesia sebelum masuk industri plastik di Indonesia. Tahun 1953 industri plastik mulai banyak didirikan dengan menghasilkan produk alat-alat rumah tangga seperti sikat gigi/sisir, kancing, mainan anak-anak4. Pada saat ini, produk plastik telah merambah industri kosmetik. Penggunaan plastik pada kosmetik berupa mikroplastik, biasanya dapat kita temukan pada produk sabun, lulur mandi, pasta gigi dan pencuci wajah.
Plastik dan Permasalahan Lingkungan
Meningkatnya tingkat konsumsi plastik sekali pakai membuat timbulan sampah plastik Indonesia mencapai 9,8 miliar lembar per tahun pada tahun 2018, dari jumlah tersebut, hampir 95 persen kantong plastik itu menjadi sampah. Melansir halaman beritasatu.com menuliskan bawah diperkirakan sebesar 14 persen dari total jumlah timbulan sampah plastik harian atau 24.500 ton per hari setara 8,96 juta ton per tahun.5 Ketidaktahuan masyarakat terhadap bahaya sampah plastik juga turut memperparah kondisi lingkungan saat itu. Bahkan saat ini sampah plastik masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dengan baik. Ditambah lagi produksi plastik dalam setiap tahunnya selalu meningkat.
Mengapa plastik menjadi sebuah permasalahan lingkungan? Melihat dari sifatnya plastik tidak mudah membusuk, terurai secara alami, tidak berkarat, dan tidak menyerap air sehingga menimbulkan permasalahan dalam pengelolaannya. Tidak seperti sampah organik seperti sayuran dan buah yang dapat membusuk secara alami dan dapat terurai bersama alam. Inilah mengapa plastik menjadi sebuah permasalahan lingkungan.
Untuk mengatasi permasalahan plastik, pemerintah telah mengeluarkan regulasi yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Selain itu pemerintah juga berupaya menargetkan 100% sampah terkelola dengan baik pada 2025, yakni 70% penanganan sampah dan 30% pengurangan sampah. Komitmen ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 97 tahun 2017 soal kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga6.
Mengkaji Kebiasaan
Permasalahan lingkungan yang terjadi akibat penggunaan plastik serta kemasan plastik sekali pakai tidak hanya merusak lingkungan dan ekosistem darat, ekosistem laut juga tidak luput dari dampak sampah plastik ini. Telah banyak kejadian yang memilukan yang kita dengar sepanjang tahun 2019 oleh plastik sekali pakai bagi hewan laut. Sebut saja paus Sperma yang mati di Wakatobi, matinya ikan pesut di Kalimantan. Selain itu, mikroplastik (plastik berukuran kecil) juga ditemukan didalam ikan yang kita konsumsi sehari-hari.
Dari permasalahan ini, ada baiknya kita mengkaji kembali kebiasaan kita sehari-hari apakah kegiatan yang kita lakukan selama ini telah bebas dari penggunaan plastik sekali pakai. Mulai dari apakah kita telah menggunakan kantong belanja yang ramah lingkungan dan dapat digunakan kembali, apakah kemasan produk yang ingin kita beli juga telah aman dari kemasan plastik sekali pakai, bahkan hal remeh sekalipun seperti penggunaan selotip, serta penggunaan kosmetik yang bebas dari mikroplastik.(Dona)
Sumber: https://icel.or.id/isu/sudahkah-aktivitas-kita-bebas-dari-sampah-plastik/
Responses