Program ECHO Green Menjangkau 99 Desa dan 350 Telah Menerima Manfaat

JAKARTA — Penabulu Foundation didukung Uni Eropa sukses melaksanakan program ECHO Green dengan menjangkau 99 desa dan telah dirasakan sekitar 350 ribu penerima manfaat. Program ECHO Green sasarannya untuk mengedukasi petani, perempuan, dan generasi muda tani.

“Program ini sudah berjalan sukses dan kami harap program ini bisa dikembangkan di sini oleh pemerintah setempat yang telah menjadi project kami. Dan, kami senang ada dipamerkan produk hasil bumi yang sudah dalam bentuk produk kemasan,” ujar Dubes Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei, Vincent Piket, seusai acara closing project ECHO Green di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Senin (27/2/2023), seperti dalam keterangan tertulisnya yang diterima Selasa (28/2/2023).

Dalam acara closing project ECHO Green, berbagai produk pertanian ikut dipamerkan. Produk yang sudah dalam bentuk kemasan yang menarik. Acara ini juga mengekspose dan mempromosikan ekonomi hijau yang telah dilakukan oleh masing-masing kelompok, pemerintahan desa dan kabupaten dalam mendorong inisiatif ekonomi hijau.

Selain itu, dalam acara closing project ECHO Green yang diikuti peserta yang telah menerima manfaat, juga digelar serangkaian panel diskusi yang sekaligus sebagai momen untuk mendapatkan dukungan dan komitmen di tingkat nasional untuk mempromosikan dan mereplikasi inisiatif ekonomi hijau di wilayah lain.
“Program ECHO Green sasarannya untuk mengedukasi petani, perempuan, dan generasi muda tani, yang didanai Uni Eropa sebesar 1 juta Euro. Kami tidak mau begitu program ini selesai, kegiatan ini selesai. Kami ingin ada keberlanjutan,’’ jelas Vincent.

Vincent menjelaskan, dalam program ECHO Green, pihaknya menguatkan kelembagaan pemerintah desa (pemdes) agar mampu menerapkan pertanian hijau. Dalam artian, pemupukan tidak dengan pupuk kimia, namun dengan pupuk organik.

“Masyarakat perlu mengubah pola pikir sehingga akan lebih mementingkan kesehatan lingkungan dibanding hasil panen. Jadi kita mencoba mengubah mindset warga desa untuk lebih memikirkan dampak lingkungan, dan kesehatan warganya. Menghindari sebanyak mungkin bahan kimia. Karena ketika pupuk kimia digunakan, selesai panen, tanah akan rusak,’’ kata Vincent menegaskan.
National Project Manager ECHO Green, Dida Swarida menjelaskan, program ECHO Green bertujuan untuk mempromosikan inisiatif zona ekonomi hijau dan inklusif oleh perempuan dan pemuda petani di sektor pertanian berkelanjutan.

Proyek ini ditempatkan di pedesaan dalam kerangka tatanan desa baru sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Desa, dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian, ketahanan pangan, kesempatan kerja yang layak, dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sebagai upaya mendukung pencapaian SDG2, SDG5, dan SDG8 di Indonesia.

“ECHO Green memiliki 2 prioritas intervensi yakni, pertama, meningkatkan kapasitas dan membangun lingkungan yang memungkinkan bagi CSO Indonesia untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketidaksetaraan yang terkait dengan dimensi utama pembangunan berkelanjutan, sosial, lingkungan dan ekonomi,” jelas Dida. “Lalu yang kedua yakni meningkatkan suara perempuan dan pemuda untuk lebih terlibat dalam pembuatan dan implementasi kebijakan sosial, ekonomi, dan lingkungan.”

ECHO Green diimplementasikan Penabulu sebagai manajer proyek bersama mitra pelaksana yakni ICCO Cooperation (2020-2021), KPSHK dan Konsil LSM sejak Januari 2020 hingga Februari 2023 dengan pembiayaan dari Uni Eropa Delegasi Indonesia-Brunei Darussalam.
ECHO Green untuk mendorong peningkatan kapasitas kelompok perempuan dan generasi muda tani di sektor pertanian yang bekerja di tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Padang Pariaman (Sumatera Barat), Kabupaten Grobogan (Jawa Tengah), dan Kabupaten Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat).

Capaian utama ECHO Green antara lain menghasilkan 5 peta tematik yang terdiri dari potensi sumber daya alam desa, penggunaan lahan pertanian, bencana kerentanan, tata kelola sumber daya air dan irigasi, dan kawasan konservasi tinggi yang disusun secara inklusif dan partisipatif di 99 desa.

Membentuk 147 kelompok tani (74 kelompok perempuan tani dan 73 kelompok generasi muda tani), dengan jumlah anggota total 3.297 orang yang ditetapkan melalui surat keputusan kepala desa dan sebagian di antaranya telah meningkat pengetahuannya melalui peningkatan kapasitas dan literasi yang dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan.

Membangun Instalasi 16 demo-plot ekonomi hijau yang dilakukan secara inklusif dan partisipatif di 8 kecamatan dengan total luas lahan demo-plot sebesar 77.642 m2.

“Demo plot terbentuk di setiap kecamatan tersebut difungsikan sebagai lokasi uji coba model inisiatif ekonomi hijau di sektor pertanian sehingga berfungsi sebagai pusat pembelajaran (sekolah lapang) bagi 147 kelompok yang telah terorganisasi di 8 kecamatan,” terang Dida.

Proyek ini juga menghasilkan 16 Peraturan Desa/Nagari (PerDes/Pernag) tentang tata ruang dan tata guna lahan desa yang inklusif dan menjamin hak-hak ekonomi kelompok perempuan dan generasi muda tani di 8 kecamatan.

Lalu, peraturan desa disusun secara inklusif dan partisipatif melibatkan total 358 orang (93 perempuan dan 265 laki-laki) berasal dari unsur-unsur berkepentingan di dalam desa di antaranya, perwakilan pemerintah desa, BPD, RT/RW, tokoh adat/masyarakat, tokoh pemuda, kelompok perempuan, dan generasi muda tani.

Kemudian, mengadvokasi untuk dikeluarkannya 3 Surat Edaran Pemerintah Kabupaten, untuk membangun skema replikasi dan dukungan bagi perempuan dan generasi muda tani dalam inisiatif pertanian hijau berkelanjutan melalui tata kelola wilayah desa dan pengembangan pertanian ramah lingkungan, kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan.

“Menghasilkan rekomendasi/policy notes ekonomi hijau berbasis desa, mendukung perempuan dan generasi muda tani dalam pengembangan pertanian berkelanjutan melalui perencanaan tata ruang dan tata guna lahan desa,” pungkas Dida.

Bagikan:

Responses