Social Forestry Talk: Upaya PUPUK Surabaya mengenalkan Perhutanan Sosial Lewat Serial Webinar
Surabaya – Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Surabaya sudah sejak lama berkecimpung dalam bidang penelitian dan pendampingan ke masyarakat. Sejak diresmikan pada tahun 1989, PUPUK Surabaya secara konsisten membantu pengembangan usaha kecil serta perizinan usaha masyarakat. Namun, melihat perkembangan yang ada, permasalahan lingkungan menjadi persoalan yang perlu ditangani bersama.
Bersama dengan The Asia Fondation (TAF), dan beberapa Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) daerah, PUPUK Surabaya telah menerjunkan diri dalam Program Perhutanan Sosial. Sebuah rencana dari pemerintah yang mengupayakan kelestarian hutan serta kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Saat ini, lewat donor dari beberapa pihak, salah satunya Google, PUPUK Surabaya telah berpartisipasi dalam program SETAPAK, PSPGM, dan PAPEDA (Papua).
Selain kegiatan kolaboratif, secara mandiri, PUPUK Surabaya juga mempunyai inisiatif untuk mengenalkan Perhutanan Sosial kepada khalayak yang lebih ramai. Inisiatif itu dinamakan Social Forestry Talk, yaitu sebuah serial webinar yang mengundang beberapa pelaku Perhutanan Sosial yang berhasil menjalankan Perhutanan Sosial. Sejak Bulan Mei 2022, setidaknya PUPUK Surabaya telah mengundang tiga pembicara, yakni; Abdur Sobur dan Hanifah Hasna Rahayu dari Kopi Warga tentang pengalaman membangun bisnis “hulu ke hilir’ kopi di Perhutanan Sosial; Emy Primadona dari Warsi Jambi tentang Carbon Credit (Perdagangan Karbon) di Perhutanan Sosial; serta Dede Purwansyah dari Pesona Kalbar Hijau tentang pengalaman sukses bisnis madu “Kelulut dan Mangrove” lewat Perhutanan Sosial.
Sosial Forestry Talk 1 “Kopi Warga, Dari Warga Untuk Warga”
Sesuai jargonnya, “Kopi Warga, dari Warga Untuk Warga”, merupakan gerakan yang diinisiasi Abdur Sobur bersama Hanifah Hasna Rahayu yang menjalankan bisnis kopi dari hulu ke hilir. Maksudnya, bisnis itu diawali dari penanaman dan pemeliharaan kopi, pemberdayaan petani, pemilahan, sampai penyajian aneka menu kopi di coffe shop yang dinamakan Kopi Warga. Kesuksesan ‘praktik baik’ ini diangkat oleh PUPUK Surabaya dalam Social Forestry Talk seri pertama dengan harapan, para pelaku Perhutanan Sosial di Indonesia, turut terinspirasi, serta termotivasi untuk melestarikan hutan dan berbisnis hasil alamnya melalui Perhutanan Sosial. Dalam webinar perdana itu diikuti berbagai OMS dari Aceh hingga Papua.
Social Forestry Talk Seri 2 “Perdagangan Karbon, Terobosan Imbal Jasa Lingkungan yang Inovatif”
Salah satu tujuan dicetuskannya Perhutanan Sosial oleh pemerintah adalah bagaimana meminimalisir penggunaan hasil hutan kayu (HHK), dan beralih ke hasil hutan bukan kayu (HHBK). Dengan demikian, hutan dapat tetap lestari sedang masyarakat sekitar juga dapat memanfaatkannya. Keadaan demikian ditangkap oleh Emy Primadona, seorang perempuan luar biasa dari LSM Warsi, yang mencoba mengenalkan ke Indonesia, apa itu Carbon Trade atau Perdagangan Karbon.
Ternyata, Karbon – yang selama ini kita hirup dengan bebas – dapat memberikan kesejahteraan ke masyarakat sekitar hutan. Lewat pohon asuh, Emy mengajak warga sekitar pedalaman Jambi, tepatnya di Desa Senamat Ulu, Kecamatan Bathin Ulu, Kabupaten Bungo Jambi, untuk bersama merawat dan mengasuh pohon di sekitar tempat tinggal mereka. Imbal jasa lingkungannya adalah berupa donatur oleh beberapa pihak yang diberikan kepada masyarakat yang telah mengasuh pohon tersebut. Meski dalam penerapannya sempat dihentikan pemerintah, namun apabila regulasinya sudah mantap, praktik baik itu dapat dilanjutkan. Karena bagaimanapun itu adalah inovasi pemanfaatan hutan tanpa merusak dan tentunya dapat memberikan royalti kepada masyarakat sekitar.
Dari seri webinar Social Forestry Talk kedua, Secara khusus PUPUK Surabaya ingin mengenalkan kepada pelaku dan masyarakat mengenai carbon trade dalam Perhutanan Sosial, sebuah inovasi yang masih belum familiar di Indonesia namun dapat menjadi – instrumen baru pembangunan berkelanjutan – di masa depan.
Social Forestry Talk 3 “Madu Kelulut dan Mangrove dari Hutan”
Social enterprise menjadi gerakan oleh Dede Purwansyah dan kawan-kawannya di Pesona Kalbar Hijau (PKH) untuk mengembangkan bisnis berkelanjutan Perhutanan Sosial di Kalimantan Barat. Sebagai daerah terbesar dan terbanyak Perhutanan Sosial, Dede bersama masyarakat Hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar Kubu Raya Kalimantan Barat mencoba mengembangkan bisnis dan edukasi madu hutan. Salah satu produk yang menjadi unggulannya adalah madu kelulut dan madu mangrove. Sejak Pandemi Covid-19, Dede bersama masyarakat di sekitar hutan mangrove banjir orderan, bahkan yang terbaru madu dari PKH sudah ekspor ke Singapura dan telah mempunyai galeri penelitian madu hutan.
Lewat keberhasilan bisnis berkelanjutan itu PUPUK Surabaya mengadakan Social Forestry Talk seri ketiga yang membahas secara khusus bisnis sukses madu lewat perhutahan sosial. Sebagai informasi, PUPUK Surabaya dan PKH berkolaborasi dalam Program SETAPAK di Perhutanan Sosial. Fokus Pesona Kalbar Hijau adalah dibagian pemasaran yang membangun jaringan/kerjasama dari tingkat bawah hingga rantai pasok sampai pasar. Karena itu PUPUK Surabaya – yang telah lama bergerak di usaha kecil/UMKM – saling membantu untuk memperkuat bisnis berkelanjutan di Perhutanan Sosial.
Mengapa PUPUK Surabaya Melibatkan Diri dalam Perhutanan Sosial?
Berdasarkan studi PUPUK Surabaya tahun 2022, dari target 12,7 juta hektar Perhutanan Sosial yang dicanangkan pemerintah saat ini baru mencapai 4,9 hektar. Dari data itu, terdapat kurang lebih 9200 Kelompok Perhutanan Sosial (KUPS), namun hanya sekitar 7 persen saja yang mendapatkan izin emas dan platinum. Emas dan platinum maksudnya, KUPS dapat membuat produk, mengakses pasar, dan mengajukan modal. Karena itu, manfaat Perhutanan Sosial masih minim untuk masyarakat sekitar hutan.
PUPUK Surabaya melakukan pendampingan kepada lembaga pendamping Perhutanan Sosial dan itu tersebar di 9 provinsi di Indonesia. Mulai dari Aceh hingga Papua. Saat ini, kegiatan PUPUK masih berbasis project. PUPUK ada program SETAPAK, PSPGM, dan PAPEDA. Karena berbasis project, maka kegiatan PUPUK durasinya pendek. Sekitar 1 hingga 2 tahun. Padahal, hak pengelolaan Perhutanan Sosial itu sekitar 35 tahun/lebih.
Pihak yang mengintervensi Perhutanan Sosial tidak hanya PUPUK, ada banyak organisasi/lembaga yang ikut di Indonesia. PUPUK dan beberapa lembaga dalam Perhutanan Sosial sifatnya masih parsial, dalam artian hanya sebagian mengarah ke sosial, ekonomi, dsb. Sesuai dengan bakat dan minat pendamping. Itu artinya target PUPUK spesifik dan terbatas.
Kebanyakan tidak berorientasi pada bisnis berkelanjutan. Sehingga, perlu adanya upaya kolaborasi dan inovasi untuk menggarap sisa lahan Perhutanan Sosial yang masih belum bisa diakses oleh masyarakat sekitar hutan secara maksimal. Kopi, Carbon Trade, Madu, dan kelanjutan baik untuk lingkungan maupun untuk masyarakat sekitar lewat Perhutanan Sosial oleh Pemerintah.
Penulis : Fariz Ilham Rosyidi
Editor :
Caption Foto : Seri Pertama Social Forestry Talk PUPUK Surabaya Membahas Berbagi Pengalaman Membangun Bisnis Kopi Warga (Istimewa).
Responses